Zaman dahulu kala, hiduplah dua orang nelayan
yang sangat miskin. Mereka hanya menggantungkan hidupnya dengan sebuah sampan
yang sudah lapuk yang sudah dimakan usia. Setiap hari mereka menggunakan sampan
itu untuk mencari nafkah.
Suatu hari, mereka mengayuhkan sampan tua
milik mereka ke sebuah sungai yang sangat dalam dan angker. Air sungai itu
berwarna kehitam-hitaman. Tidak sedikit ikan dan udang yang terdapat sungai
tersebut. Tidak hanya ikan dan udang, predator ganas seperti buaya juga ada di
sungai itu. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat nelayan untuk mencari
rezeki di sungai.
Saat mereka pergi
memancing, kedua nelayan tersebut melihat sebuah rumah kosong di pinggir
sungai. Rumah tersebut sangat aneh karena rumah itu hanya terbuat dari daun dan
ranting kering. Mereka sangat penasaran terhadap rumah yang mereka temui
tersebut. Namun, di hati kecil mereka timbul rasa takut. Keberanian mereka
ciut.
Suatu ketika mereka
kembali pergi memancing. Kali ini mereka pergi pada malam hari karena menurut
omongan orang bahwa tangkapan pada malam hari lebih banyak dari pada siang hari. Pada saat memancing, mereka mendengar
suara riuh dari rumah aneh yang mereka jumpai sebelumya. Karena semakin
penasaran, mereka pun mendekati rumah itu. Sesampainya di depan rumah, mereka
sangat terkejut karena banyak buaya yang ada di dalam rumah aneh tersebut. Karena
takut, satu diantara nelayan itupun ingin segera pulang. Ia sangat khawatir dan
takut nantinya buaya-buaya itu menyerang dirinya.
Mendengar temannya
ketakutan, satu di antara nelayanmasih ingin berada di tempat tersebut karena
penasaran terhadap aktivitas buaya di rumah tersebut. Ternyata ada buaya yang
menunggu rumah tersebut sedang melakukan perkawinan.
Banyak sekali buaya
yang berkumpul di rumah itu.Tidak disangka-sangka, seekor buaya mengamuk di
tengah prosesi perkawinan. Kedua nelayan tersebut semakin penasaran. Ternyata
buaya itu mengamuk karena buaya perempuan yang menikah adalah kekasihnya.
Karena sakit hati, buaya itu pun langsung mengeluarkan kata-kata:
bukan jerok sembarang jerok
Jerok itu asam paye
Bukan tulok sembarang tulok
tulok itu untok merodok mate
buaye
Mendengar kata-kata
itu seluruh buaya yang ada di dalam rumah itu pun lari. Pernikahan buaya itu
pun gagal. Melihat hal itu, sang nelayan terkejut dan menjadikan kata-kata itu
untuk penangkal buaya (serapah). Akhirnya, sampai sekarang berdasarkan cerita
ini, serapah (sumpahan) itu digunakan sebagian nelayan untuk melindungi dirinya
apabila diserang oleh buaya.
EmoticonEmoticon