Kisah ini terjadi pada zaman antah berantah
yang melibatkan tokoh yang tidak diketahui namanya. Pada saat itu, hiduplah
seorang masyarakat miskin yang hidup sebagai rakyat biasa di bawah kekuasaan
seorang raja. Si Miskin ini hidup seperti rakyat yang lain. Ia hidup dengan
tenang di bawah kekuasaan raja, walaupun dalam keadaan miskin.
Suatu hari, Si Miskin berjalan menelusuri
hutan untuk membeli minyak tanah untuk keperluan dapur. Setelah cukup jauh
berjalan menyusuri hutan dan semak-semak, Si Miskin pun mendengar suara aneh
dari balik semak-semak yang dilewatinya.
“Gare-gare mullot, kepala tanggal,” bunyi
suara aneh dari semak.
Si Miskin masih sangat penasaran dengan suara
yang sangat jelas didengarnya tersebut.
“Siapa yang bicara di sana,” kata Si Miskin.
“Gare-gare mullot, kepala tanggal,” bunyi
suara aneh tersebut kembali didengar Si Miskin.
Merasa aneh dan
sangat penasaran, Si Miskin pun memutuskan untuk melihat dan mencari tahu asal
suara yang didengarnya. Ia masuk ke semak-semak dan berusaha membuka tumpukan
ranting-ranting kayu yang ada. Terus mencari dan memasuki semak-semak semakin
dalam, ia pun melihat sebuah tengkorak yang terletak di tanah. Diperhatikannya
tengkorak tersebut dengan serius dan ditunggunya apakah tengkorak tersebut yang
mengeluarkan suara. Tidak lama kemudian, Si Miskin pun melihat sendiri bahwa
tengkorak di hadapannyalah yang mengeluarkan suara misterius.
“Gare-gare mullot, kepala tanggal,” tengkorak
tersebut kembali berbicara.
Si Miskin pun memberanikan diri untuk
berbicara dengan tengkorak yang ditemukannya.
“Siapa kamu dan apa yang kamu bicarakana?”
tanya Si Miskin kepada tengkorak yang berbicara.
“Gare-gare mullot, kepala tanggal,” suara
dari tengkorak kembali muncul tanpa menanggapi pertanyaan Si Miskin.
Si Miskin pun bertanya lagi kepada tengkorak
tentang ucapan tengkorak.
“Apa maksud perkataanmu itu tengkorak?” tanya
Si Miskin yang makin penasaran.
“Gare-gare mullot, kepala tanggal,” ucapan
inilah yang terus dikeluarkan oleh tengkorak yang ditemukan oleh Si Miskin.
Merasa heran dan
penasaran dengan kejadian yang menimpanya, Si Miskin pun pergi melapor kepada
raja perihal keanehan yang ditemukannya di semak-semak.
Sesampainya di
hadapan raja, Si Miskin menceritakan semua hal yang ia temukan dan saksikan di
semak tentang tengkorak yang bisa berbicara.
“Mohon ampun raja, hamba melapor bahwa hamba
barusan melihat suatu keanehan di semak-semak menuju hutan semasa hamba ingin
pergi membeli minyak tanah,” lapor Si Miskin kepada raja.
“Hal apa yang kamu lihat sehingga wajahmu
begitu ketakutan?” tanya raja kepada Si Miskin.
“Hamba menemukan tengkorak yang pandai
berbicara,” jelas Si Miskin.
“Mana ada barang mati yang bisa berbicara,”
bantah Raja.
“Hamba berani bersumpah, hamba benar melihat
dan mendengar sendiri tengkorak yang hamba temukan itu bisa berbicara,” ungkap
Si Miskin meyakinkan.
“Kalau begitu bawakan tengkorak tersebut ke
hadapanku, buktikan kalau ucapanmu tersebut benar, jika kamu berbohong dan
ternyata tengkorak tersebut tidak bisa berbicara, kepalamu akan dipancung oleh
algojoku,” ancam raja kepada Si Miskin.
“Baik, hamba akan kembali lagi ke sini dan
membawa tengkorak yang bisa berbicara tersebut,” tegas Si Miskin.
Setelah menemui
raja untuk menceritakan kejadian aneh yang menimpanya, Si Miskin dengan
bergegas kembali ke semak-semak untuk mengambil tengkorak yang bisa berbicara
tersebut. Sampai di semak-semak tempat tengkorak berada, Si Miskin menguji
tengkorak tersebut apakah masih berbicara atau tidak.
“Hei tengkorak, coba kamu bicara lagi seperti
tadi kamu ucapkan kepadaku,” desak Si Miskin.
“Gare-gare mullot, kepala tanggal,” suara
dari tengkorak tetap sama.
Mendengar tengkorak
tersebut masih mengucapkan kata-kata yang sama, hati Si Miskin puas dan sangat
yakin mampu untuk meyakinkan raja.
“Syukurlah tengkorak ini masih bisa berbicara,”
ungkap Si Miskin dalam hatinya.
Kemudian,
dibawanyalah tengkorak yang berbicara tersebut ke hadapan raja. Dengan menempuh
semak-semak dan hutan, Si Miskin dengan buru-buru menghadap raja. Sesampainya
di hadapan raja, Si Miskin pun menaruh tengkorak tersebut di depan raja.
“Mana suara
tengkorak ini?” tanya raja kepada Si Miskin.
“Hei tengkorak,
mana ucapanmu tadi yang kamu bicarakan kepadaku?” tanya Si Miskin.
Tengkorak yang
sudah ada di depan raja masih saja diam dan tidak mengeluarkan satu kata pun.
“Tengkorak, coba
ucapkan yang kamu ucapkan tadi kepadaku,” desak Si Miskin yang merasa semakin
cemas.
Namun, tengkorak
yang dibawanya tetap saja enggan berbicara. Melihat keadaan tersebut, raja pun
mulai marah karena merasa dibohongi oleh Si Miskin.
“Si Miskin, kamu
telah berani membohongiku dengan cerita penuh bualan, sekarang algojoku akan
memancung kepalamu,” ungkap raja dengan kekesalan.
“Tapi, tadi
tengkorak ini memang bisa berbicara,” jawab Si Miskin masih membela diri dan
meyakinkan.
“Perkataanmu itu
penuh kebohongan, itulah yang membuatmu sengsara,” ucap raja.
Algojo pun
menjalankan tugasnya dan kepala Si Miskin akhirnya tanggal karena ditebas
dengan pedang. Setelah kejadian itu, raja dikejutkan dengan suara yang muncul
dari tengkorak yang ada di hadapannya.
“Hei apa kabar?”
ucap tengkorak kepada raja dan algojo.
Raja dan algojo pun
tercengang dengan kejadian tersebut.
“Gare-gare mullot,
kepala tanggal,” ucap tengkorak kepada raja dan algojo.
Raja pun terkejut
dan tercekat dengan perkataan yang muncul dari tengkorak.
“Benar yang
dikatakan Si Miskin bahwa tengkorak ini
bisa mengeluarkan suara,” ungkap raja dengan rasa sesal.
Oleh sebab itu,
orang-orang tua zaman dahulu selalu mengingatkan anak-anaknya agar menjaga
perkataan karena salah berkata dapat menyengsarakan diri. Orang yang terlampau
banyak berbicara dan selalu menggunjing keadaan orang lain akan kena sengsara
di kemudian hari.
EmoticonEmoticon